Selama ini ada banyak artikel di berbagai website yang membahas soal ritual membangkitkan mayat yang dilakukan oleh Suku Toraja dengan menampilkan foto-foto jenazah pada ritual ma'nene'.
Alhasil, banyak orang yang keliru dan mengira jika jenazah pada ritual tersebut memang telah dibangkitkan dari dalam liang kubur untuk dibersihkan dan diganti pakainnya. Padahal, kenyataannya dalam pelaksanaan ritual ma'nene' jenazah-jenazah tersebut dikeluarkan terlebih dahulu oleh pihak keluarga dari dalam liang batu untuk selanjutnya dibersihkan dan diganti pakainnya. Tak ada ritual membangkitkan mayat dalam tradisi ini seperti yang selama ini heboh diberitakan.
Membangkitkan mayat atau ma'palingka tomate memang pernah dilakukan oleh Suku Toraja, tapi itu dulu saat masih sering terjadi peperangan antar kampung di Toraja.
Konon saat itu terjadi perang besar antara masyarakat Toraja dibagian barat dan masyarakat Toraja dibagian timur. Peperangan berjalan secara sengit dalam beberapa waktu lamanya hingga orang Toraja Timur berhasil meraih kemenangan dengan mengalahkan orang Toraja Barat. Namun, usai perang orang-orang Toraja Timur merasa takjub dengan kemampuan orang Toraja Barat dalam membawa pulang mayat-mayat pasukannya yang gugur dalam peperangan. Orang Toraja Barat tak membopong atau membawa mayat pasukannya dengan tandu seperti yang dilakukan oleh orang Toraja Timur, melainkan membangkitkan mayat-mayat tersebut hingga dapat berjalan sendiri. Alhasil, orang-orang Toraja Timur lalu menganggap jika dalam peperangan yang mereka lakukan dengan orang Toraja Barat berakhir tanpa pemenang alias imbang.
Ritual membangkitkan dan menjalankan mayat dulunya memang sering dilakukan oleh masyarakat Toraja bagian barat, terutama yang tinggal di daerah Simbuang, Mappak, dan juga Mamasa yang saat itu masih menganut agama penghayatan Aluk Todolo' yang sangat kental.
Namun, ritual ini tidak dilakukan sembarangan, melainkan hanya dilakukan bila benar-benar merasa perlu dan dalam keadaan terdesak. Misalnya, saat ada sanak saudara yang meninggal di kampung orang dan sebelum meninggal telah meninggalkan pesan agar jenazahnya dikuburkan di kampung halaman. Karena saat itu belum ada kendaraan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk membawa pulang jenazah tersebut bisa berhari-hari lamanya, yang tentunya akan membuat orang-orang yang membawanya akan sangat kelelahan, maka satu-satu cara ialah dengan membangkitkan jenazahnya agar dapat berjalan sendiri.
Dalam prosesnya, seseorang yang memiliki ilmu akan melakukan ritual sambil membacakan beberapa mantara pada jenazah yang akan dibangkitkan itu. Usai dilakukan, jenazah tersebut pun akan bangkit dengan sendirinya namun tetap dalam keadaan kaku.
Dalam perjalanan membawa jenazah, orang-orang yang mengawalnya akan menempatkan jenazah tersebut di tengah-tengah rombongan, bukan di depan. Hal itu dilakukan agar orang-orang yang mereka temui dalam perjalanan tak menyapa si jenazah terlebih dahulu, melainkan hanya menyapa orang yang berada di depan rombongan. Karena jika si jenazah disapa oleh seseorang maka jenazah tersebut akan akan terjatuh. Jika sudah terjatuh, maka mau tak mau orang-orang yang membawanya akan melakukan ritual pembangkitan ulang agar jenazah tersebut dapat bangkit dan berjalan kembali.
Jenazah yang dibangkitkan tersebut akan berjalan berjalan seperti orang hidup pada umumnya, namun dengan gerakan yang kaku serta pandangan yang hanya mengarah ke depan. Jika perjalanan membutuhkan waktu berhari-hari lamanya maka jenazah tersebut perlahan-lahan akan membusuk dan kerumuni oleh lalat. Meski begitu, jenazah tersebut akan tetap berjalan hingga tiba di kampung yang dituju.
Ritual membangkitkan dan menjalankan mayat saat ini sudah sangat jarang dilakukan, karena semakin banyaknya masyarakat Toraja yang menganut agama sawami, seperti Kristen dan Islam. Berbeda dengan dulu dimana penganut Aluk Todolo masih menjadi agama mayoritas, sehingga beberapa ritual yang menggunakan ilmu gaib masih sering dipratekkan.
Meski kini ilmu membangkitkan dan menjalanan makhluk hidup masih dimiliki oleh sebagian orang Toraja, namun penggunaannya hanya sebatas pada hewan saja. Seperti yang sering terjadi pada prosesi mantunu tedong atau menyembelih kerbau dalam upacara pemakaman Rambu Solo'. Kerbau yang telah disembelih dan telah mati biasa akan dibangkitkan kembali oleh orang-orang yang memiliki ilmu tersebut.
Hal itu biasanya dilakukan hanya sekedar untuk mengetes ilmu yang dimilikinya atau sebagai bentuk protes atau rasa kecewa akibat adanya sedikit masalah antara keluarga yang berduka dengan orang tersebut.
Ritual membangkitkan mayat juga tak dapat dilakukan dengan sembarang seperti yang telah dituliskan di paragraf keenam di atas. Melainkan dilakukan jika dalam keadaan yang benar-benar dibutuhkan. Terlebih saat masyarakat telah menanam padi, memaksakan melakukan ritual ini akan membuat daerah yang dilalui oleh si jenazah akan mengalami gagal panen akibat tanaman padi yang diserang oleh hawa ulat.
Jadi, perlu pertimbangan yang matang untuk melaksanakan ritual ini dengan melihat situasi serta kondisi.
Demikian guys artikel mengenai ritual membangkitkan mayat yang dulunya sering dilakukan oleh Suku Toraja. Dengan membaca artikel ini kita dapat membedakan mana mayat yang dibangkitakn dengan yang dibersihkan seperti pada ritual ma'nene'.
Kurre sumanga'.
Dalam perjalanan membawa jenazah, orang-orang yang mengawalnya akan menempatkan jenazah tersebut di tengah-tengah rombongan, bukan di depan. Hal itu dilakukan agar orang-orang yang mereka temui dalam perjalanan tak menyapa si jenazah terlebih dahulu, melainkan hanya menyapa orang yang berada di depan rombongan. Karena jika si jenazah disapa oleh seseorang maka jenazah tersebut akan akan terjatuh. Jika sudah terjatuh, maka mau tak mau orang-orang yang membawanya akan melakukan ritual pembangkitan ulang agar jenazah tersebut dapat bangkit dan berjalan kembali.
Jenazah yang dibangkitkan tersebut akan berjalan berjalan seperti orang hidup pada umumnya, namun dengan gerakan yang kaku serta pandangan yang hanya mengarah ke depan. Jika perjalanan membutuhkan waktu berhari-hari lamanya maka jenazah tersebut perlahan-lahan akan membusuk dan kerumuni oleh lalat. Meski begitu, jenazah tersebut akan tetap berjalan hingga tiba di kampung yang dituju.
Ritual membangkitkan dan menjalankan mayat saat ini sudah sangat jarang dilakukan, karena semakin banyaknya masyarakat Toraja yang menganut agama sawami, seperti Kristen dan Islam. Berbeda dengan dulu dimana penganut Aluk Todolo masih menjadi agama mayoritas, sehingga beberapa ritual yang menggunakan ilmu gaib masih sering dipratekkan.
Meski kini ilmu membangkitkan dan menjalanan makhluk hidup masih dimiliki oleh sebagian orang Toraja, namun penggunaannya hanya sebatas pada hewan saja. Seperti yang sering terjadi pada prosesi mantunu tedong atau menyembelih kerbau dalam upacara pemakaman Rambu Solo'. Kerbau yang telah disembelih dan telah mati biasa akan dibangkitkan kembali oleh orang-orang yang memiliki ilmu tersebut.
Hal itu biasanya dilakukan hanya sekedar untuk mengetes ilmu yang dimilikinya atau sebagai bentuk protes atau rasa kecewa akibat adanya sedikit masalah antara keluarga yang berduka dengan orang tersebut.
Ritual membangkitkan mayat juga tak dapat dilakukan dengan sembarang seperti yang telah dituliskan di paragraf keenam di atas. Melainkan dilakukan jika dalam keadaan yang benar-benar dibutuhkan. Terlebih saat masyarakat telah menanam padi, memaksakan melakukan ritual ini akan membuat daerah yang dilalui oleh si jenazah akan mengalami gagal panen akibat tanaman padi yang diserang oleh hawa ulat.
Jadi, perlu pertimbangan yang matang untuk melaksanakan ritual ini dengan melihat situasi serta kondisi.
Demikian guys artikel mengenai ritual membangkitkan mayat yang dulunya sering dilakukan oleh Suku Toraja. Dengan membaca artikel ini kita dapat membedakan mana mayat yang dibangkitakn dengan yang dibersihkan seperti pada ritual ma'nene'.
Kurre sumanga'.
0 komentar:
Posting Komentar